Salah satu tokoh perempuan salihah dalam perdaban Islam, Asiyah r.a istri Fir’aun dibahas dalam pengajian al Nadwah al ‘Arabiyah V oleh Dr. Nahla Shabry Elsiedy, Dekan Fakultas Studi Islam Universitas al-Azhar Mesir.
Pengajian ini merupakan kerjasama dari Global Fulcrum of Wasatiyyat Islam, Himpunan Perempuan Berkemajuan dan Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A), serta Bagian Pengembangan AIK Universitas Muhammadiyah Malang. Pada kesempatan ini, LP3A dan AIK UMM ditunjuk sebagai koordinator penyelenggara pengajian kelima, yang sebelumnya juga telah terselenggara pengajian serupa di PTMA yang lain.
Dr. Nahla Shabry Elsiedy membawakan materi dengan bahasa Arab yang diterjemahkan oleh Dr. Cecep Taufiqurrahman M.A, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung. Pada pengajian dua pekanan ini, Nahla menegaskan agar kita mematikan stigma perempuan “sebagai second class”. Ia mengungkapkan, betapa tangguhnya Asiyah saat itu, sosok perempuan taat kepada Allah namun tetap mendampingi seorang suami yang tidak taat kepada Allah. Perempuan ini yang kemudian kita sebut sebagai perempuan yang kuat, salihah, dan jauh dari belenggu kecintaan kepada dunia.
Taat Mutlak Kepada Allah
Perempuan ini hidup pada zaman yang tidak mudah, di mana ia harus mendampingi seorang raja yang tidak taat kepada Allah bahkan mengaku sebagain Tuhan manusia. Kendati demikian Asiyah tidak goyah. “Perempuan ini mempunyai keistimewaan, maka dari itu kita patut mencontoh kecerdasan dan ketaatan perempuan ini. Ketika ia mendapat suatu amanah maka tidak pernah mengkhianati apa yang telah diperintahkan,” tegas Nahla.
Lanjutnya, cita-cita Asiyah adalah meraih surga, keinginannya adalah kehidupan akhirat, bukan dunia dan kekuasaan. Ia selalu memohon kepada Allah kenikmatan surga, dan diselamatkan di dunia dari kaum yang zalim. Keimanannya yang kuat Asiyah seakan-akan tidak merasakan siksaan Fir’aun. Perkataan Asiyah tertulis dan kekal dalam QS. al-Tahrim ayat 11: Rabbibnili baitan fil jannah, wa najjini min fir’auna, wa najjini min qaumi dzalimin.
Figur yang Mengutamakan Akhirat Daripada Dunia
Pada pengajian ini Dr. Nahla menyebut Asiyah sebagai sosok yang zuhud. Nahla menceritakan kehidupan Asiyah sebelum bersama Fir’aun. “Sebelum beriman kehidupannya baik-baik saja, namun masalah datang saat keimanannya dana akidahnya berubah dan berbeda dari sekelilingnya. Namun dia tidak menginginkan itu semua dan meninggalkan apa yang dia miliki sebagai seorang ratu dalam kerajaan”.
Asiyah banyak mendapat ujian setelah beriman, keadannya berubah dengan perubahan imannya, yang sebelumnya mendapatkan apa yang diinginkan, namun ia lebih memilih keimanannya.
Membuka Jalan Dakwah Bagi Kaum Laki-Laki
Asisten Syaikh Al Azhar ini berpesan, agar para perempuan tidak boleh bermalas-malasan dalam menjalankan peran mendidik anak-anaknya sebagaimana Asiyah mendidik nabi Musa as. “Jika perempuan memiliki iman yang kuat dan yakin kepada Allah seperti Asiyah mendidik Musa dalam kerajaan Fir’aun. Dalam hal ini pelajaran berharga bagi setiap perempuan adalah untuk tidak malas dalam segala keadaan sesulit apapun, karena dengan keinginan yang kuat seseorang bisa melakukan sesuatu yang mungkin mustahil terjadi.”
Pada akhir pengajian ini, Nahla menjelaskan bahwa belum banyak yang merekam secara detail peran-peran Asiyah ini. Ia tidak bisa melakukan sesuatu untuk kaum perempuan saat itu karena disiksa dan dibunuh. Namun yang perlu digaris bawahi adalah bahwa Asiyah memiliki peran dalam membuka dakwah Islam bagi kaum laki-laki di zamannya, Musa dan Harun. (anny)