Amanat institute berkolaborasi dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengadakan seminar kebangsaan dengan tema “Moderasi Indonesia Untuk Dunia: Peran Strategis Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Dalam Mendukung Kepemimpinan Indonesia di Tingkat Global,” pada Senin (15/11).
Organisasi Aisyiyah mendapat kesempatan untuk menyampaikan peran dan kontribusi sosial dalam mendukung kemajuan Indonesia, khusunya bagi perempuan dan anak-anak. “Indonesia ini tentu pantas dan niscaya bersyukur dengan kehadiran ormas-ormas Islam, terutama ormas perempuan, salah satunya ormas Aisyiyah. Aisyiyah hadir sebagai modal sosial yang luar biasa,” ungkap Siti Noordjannah Djohantini selaku ketua umum PP Aisyiyah.
Sebagai modal sosial, Noordjannah menyampaikan bahwa organisasi Muhammadiyah—'Aisyiyah harus terus dijaga, dilibatkan, diberi kesempatan bahkan diberi penghargaan atas ikhtiar yang telah dilakukan sejak sebelum kemerdekaan dalam menyangga dan membangun republik ini. Selain itu, Aisyiyah juga menjadi inisiator Kongres Perempuan yang menjadi fondasi dari pergerakan perempuan Indonesia.
Dalam kongres tersebut, hadir Siti Munjiyah dan Siti Hayinah sebagai perwakilan ‘Aisyiyah. Mereka tidak berpidato tentang perempuan secara domestik. Namun, bagaimana peran perempuan Indonesia mengoptimalkan sinergi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Lanjut Noordjannah, ada tiga organisasi perempuan sebagai inisiator kongres tersebut yang masih eksis sampai saat ini yakni ‘Aisyiyah, Wanita Katolik dan Taman Siswa dari sekian banyak organisasi yang hadir saat itu.
Ketua Umum PP ‘Aisyiyah mengatakan, pengukuhan Indonesia sebagai Presidensi G20 pada 2022 nanti, perlu memperhatikan dan melibatkan para tokoh perempuan dan penggerak lainnya dalam agenda-agenda penguatan kehidupan ini. Dengan demikian, ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan progresif memiliki komitmen besar untuk mendukung serta menjadi bagian moderasi Indonesia untuk dunia.
“Nilai agama (Islam Berkemajuan) itu memang menjadi dasar kuat bagi Aisyiyah untuk tidak akan mundur dari pergerakan yang sudah dimulai sejak 105 atau 106 tahun yang lalu, Organisasi perempuan Aisyiyah ini adalah organisasi bergerak di semua kehidupan dan sebagai organisasi civil society yang mandiri sebagaimana Muhammadiyah,” ungkap Noordjannah.
Prinsip kemandirian ‘Aisyiyah menjadikan organisasi ini terus berkembang dan tersebar luas bahkan merambah ke luar negeri. Menurut Noordjannah, manakala aspek pendidikan PAUD menjadi fokus perhatian pemerintah saat ini, maka ‘Aisyiyah telah memulai pendidikan froebel sejak tahun 1919.
Noordjannah menegaskan bahwa organisasi ‘Aisyiyah berkomitmen untuk mewujudkan capaian pilar-pilar SDGs. “Di dalam konteks Presidensi G20 yang di sana ada isu-isu di luar jalur keuangan ada pembangunan, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, energi dan ada 11 atau lebih itu terdiri dari anti korupsi, pertanian, digital kemudian pemberdayaan perempuan. Alhamdulillah, mungkin yang belum begitu kuat menjadi pembahasan adalah dari sektor energi. Soal lingkungan, Aisyiyah begitu merapat dan ikut menguatkan hal-hal tersebut,” jelas Noordjannah.
Pada akhir sesi, Noordjannah menyampaikan rekomendasi agar pemerintah menciptakan kebijakan-kebijakan implementatif yang berpihak kepada kelompok rentan dan menguatkan implemetasi kebijakan UMKM perempuan, kebijakan-kebijakan ekonomi yang pro rakyat di masa pandemi. Selain itu, para elite juga harus membangun keteladanan, serta menguatkan kepemimpinan perempuan di ranah global. (aik.umm)